Press "Enter" to skip to content

GURU BK, EMANG BENAR POLISI SEKOLAH?

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Masyarakat luas ternyata masih memandang guru Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai “Polisi Sekolah”, bahkan juga tak jarang murid masa kini berpikir demikian.

Zaman dulu lahirlah pemikiran seperti itu. Tentu ini menjadi tantangan bagi guru Bimbingan dan Konseling.

Guru BK memiliki peran dalam mendampingi siswa-siswi. Situasi sekarang sedikit berbeda tentang cara pandang kalau masuk ruang BK karena ada masalah.

Baca juga: EDUKASI MASYARAKAT, WANITA KATOLIK RI SULTRA DAN PMKRI KENDARI GELAR AKSI BERSIH-BERSIH PANTAI NAMBO

Pada hal tidak demikian, Guru BK dapat melaksanakan tugas bimbingan kepada siapa saja, tanpa ada masalah pun, bisa.

Peran guru BK dalam konteks formal diatur secara jelas dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa:

“Peran guru BK yang berkualitas sebagai konselor adalah berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan. Partisipasinya terwujud melalui penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang mencakup empat bidang: bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier”.

Tugas dan peran lain dari guru BK mendorong dan/atau membimbing siswa-siswi dalam pengembangan minat dan bakat.

Guru BK bukanlah “Polisi Sekolah” tetapi pelayanan bimbingan kepada siswa-siswi dalam mendorong pengembangan minat, bakat, keterampilan, pengolahan hidup untuk menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab.

Guru BK menjawab kebutuhan bimbingan siswa-siswi, baik secara personal maupun kolektif.

Pelayanan ini tidak saja terjadi di sekolah, sebagai guru BK, ada tugas yang lebih dari pada pendampingan di sekolah, yakni home visit (mengujungi siswa-siswi) di rumah.

Kunjungan ini bukan karena ada persoalan, tetapi ada aspek lain yang perlu dikunjugi, misalkan karena sakit, keadaan keluarga, dan lain-lain.

Ada banyak hal yang dapat dipelajari sebagai guru BK, antara lain saya melatih untuk sabar, setia dan menjadi teman perjalanan anak-anak dalam bercerita (curhat).

Sebagai guru BK, saya perlu menjadi teman, orang tua dan pendamping bagi siswa-siswi. Peran inilah yang menyatu dalam diri siswa-siswi.

Baca juga: FERDIANUS JELAHU: PENDIDIKAN TANPA MENGENAL BATAS

Sebagai teman, saya menempatkan diri sebagai bagian dari perjalanan siswa-siswi, apapun yang diceritakan, dibagikan menjadi pelajaran berharga bagi saya dan bagi siswa-siswi yang bersangkutan.

Sebagai orang tua, saya menempatkan diri untuk selalu mendengatkan keluh-kesah siswa-siswi serta mencari trik-trik untuk mencari solusi.

Tentu yang berjuang adalah siswa-siswi yang bersangkutan. Saya membantu proses perjalanan seajuh membutuhkan bantuan.

Sebagai pendamping, saya menempatkan diri sebagai motivator, memberikan motivasi kepada siswa-siswa dalam melakukan bimbingan pribadi.

Sebagai guru BK, ada banyak pengalaman bersama siswa-siswi, baik itu pengalaman susah maupun pengalaman yang menyenangkan.

Baca juga: FRANDY SEDA: JANGAN PERNAH TAKUT GAGAL

Pengalaman yang sulit pernah saya alami adalah melengkapi administrasi guru BK. Ternyata tidak hanya soal pendampingan kepada siswa-siswi.

Proses pendampingan itu juga dilengkapi dokumen yang mendukung perkembangan peserta didik. Langkah-langkah konkrit perubahan yang diharapkan dalam diri siswa-siswi.

Dari perjalanan menjadi guru BK ini, saya merasakan bahwa tidak semua hal itu mudah, namun bukan berarti sulit yang tanpa jalan keluar.

Penting untuk bekerja dengan hati nurani yang mencakup kesungguhan hati, ketulusan, totalitas serta tanggung jawab dalam bekerja.

Nilai integritas ada disaat mereka bersedia membantu tugas di luar pekerjaan sendiri dan membantu orang lain dalam situasi yang diperlukan. (pc/kt)

Penulis: Andriana Diana Febri, S.Pd adalah Guru Bimbingan dan Konseling SMP Bruder Pontianak

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *