Press "Enter" to skip to content

Pemuda Katolik Usul Perda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Setiap Kabupaten

Share this:

KATOLIKTIMES.COM, Tambolaka – Masih maraknya kasus penempatan ilegal Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), mendorong Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkolaborasi dengan Pemuda Katolik untuk menggelar Sosialisasi Penempatan dan Pelindungan PMI yang bertempat di Aula Seruni Gereja Katedral, Kec. Tambolaka, Sumba Barat Daya, NTT, pada Sabtu (1/4/2022).

Kegiatan Sosialisasi ini yang sebelumnya digelar di Kota Batam, Kepri dan Kota Mataram, NTB, dihadiri oleh Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Antonius Damianus Mahemba dan para nara sumber Kepala BP3MI NTT, Siwa, Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Weetabula sekaligus Direktur Yayasan Donders Pater Mikhel Keraf, Direktur Yayasan Sarnelli Sumba, Pater Paulus Dwiyaminarta, Direktur Sumba Hospitality Foundation Redempta Bato dan Aktivis Kemanusian, Yeremias Kewuan.

Anton Mahemba dalam sambutannya mewakili Ketua Umum PP Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengatakan bahwa isu pekerja migran adalah isu strategis yang harus dikawal bersama.

Baca juga: Gempa Cianjur, Uskup Bogor Kunjungi Desa Sarampad Bersama Relawan Pos Layanan Kemanusiaan Paroki Santo Petrus

“Kami terus melakukan sosialisasi dan konsolidasi dengan banyak pihak. Kami sudah lakukan MoU dengan BP2MI. Karena isu pekerja migran adalah isu strategis yang harus dikawal dan diawasi bersama,” imbuh Anton.

“Provinsi NTT termasuk lumbung PMI terbesar. PMI penyumbang 159 Triliun devisa negara. Apa kawalannya sudah maksimal? Dari 9 juta PMI diluar negeri, separuhnya merupakan PMI ilegal. Dan NTT tertinggi ke-4 jumlah PMI yang meninggal di negara penempatan. Hampir setiap dua pekan, ada satu peti mati datang ke NTT,” ungkap Anton.

Kolaborasi utamanya untuk lakukan pelindungan paripurna terhadap PMI. Dari sebelum berangkat, saat bekerja dan setelah pulang ke Indonesia.

“Ini calo nakal perlu ditertibkan. Saya usul adanya Perda pelindungan PMI untuk setiap kabupaten di NTT. Saya takut adik adik kita yang sekolahnya tidak tamat, menjadi korban TPPO,” sebut Anton.

Dirinya juga menyampaikan terimakasih dan apresiasi untuk BP2MI yang selalu berada di garda terdepan kawal kasus PMI no-prosedural.

Baca juga: Gubernur Sulteng Apresiasi Seminar Petra Digital Pemuda Katolik Sulteng

Mewakili Kepala BP2MI, Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT, Siwa, dalam paparannya mengatakan yang menjadi maraknya masalah penempatan ilegal adalah pola migrasi yang salah. Kita harus menjelaskan cara atau pola bermigrasi yang baik. Tentunya tidak dapat dilakukan sendiri dan harus berkolaborasi dengan semua termasuk elemen masyarakat.

“Kita harus lahir dari rasa yang sama dan merasa Pekerja Migran Ilegal adalah masalah yang sama,” ungkap Siwa dihadapan 250 peserta yang hadir.

Saat menjelaskan prosedur penempatan PMI, Siwa menyampaikan harapannya kepada para peserta untuk mendaftar program dengan skema G to G karena lebih aman dan memiliki penghasilan yang sangat besar.

“Kita berharap anak Nusantara Timur ini banyak yang mengisi program G to G terutama ke Jerman.” Tuturnya.

Soal keterampilan tidak masalah, lanjut Siwa, pekerja kita sangat terampil. Namun untuk bahasa, itu yang perlu di pelajari lebih lanjut. Tapi tidak usah khawatir karena ketika sudah lolos seleksi (G to G Jerman), nanti akan ada pelatihan bahasa.” Jelasnya.

Siwa juga menjelaskan syarat sah menjadi PMI adalah mengikuti semua prosedur dan memiliki E-PMI. “Kepemilikan kartu ini adalah legitimasi bahwa PMI tersebut diberangkatkan secara resmi.”
Diawali dengan proses persyaratan dan dokumen, seluruh tahapan, mengandung unsur-unsur pelindungan.

Sebelum berangkat, para PMI juga mengikuti Orientasi Pra Pemberangkatan. Yang menjelaskan berbagai aturan yang berlaku untuk para PMI baik di dalam negeri dan juga aturan di negara penempatan.

Baca juga: Rinto Manik Terpilih Secara Aklamasi Pada Muskomcab Pemuda Katolik Kota Bandung

Di seluruh Indonesia, BP2MI sudah berkolaborasi dan bekerjasama dengan ratusan stakeholder. Semua ini dilakukan untuk mencegah proses penempatan ilegal.

“Sesuai amanat undang-undang 18 tahun 2017, tanggung jawab terhadap PMI tidak hanya BP2MI tetapi juga sampai pemerintah daerah. Keterlambatan proses pemberangkatan berawal dari bawah yang artinya dari Pemerintah Desa. Kalau dari bawah lambat, pelayanan selanjutnya juga akan berpengaruh. Oleh karena itu kita harus tingkatkan pelayanan,” papar Siwa.

Diakhir paparannya, Siwa menerangkan segala fasilitas VVIP yang dimiliki BP2MI dalam mewujudkan pelayanan maksimal untuk PMI.

“Fasilitas yang disediakan diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal untuk PMI. Juga kedepannya kami sedang mendorong Kementerian PUPR untuk program rumah PMI, dan dengan Bea Cukai untuk pembebasan bea masuk barang PMI.”

Aktivis kemanusiaan asal NTT, Yeremias Bayoraya Kewuan yang juga menjadi narasumber menjelaskan faktor penyebab maraknya penempatan ilegal yaitu minat baca masyarakat yang sangat rendah dan keinginan cepat mendapat uang dan tidak ingin melalui proses.

“Kasus yang terungkap merupakan fenomena gunung es. Dimana yang terlihat hanyalah bagian kecilnya saja. Yang tidak melapor lebih banyak dari yang melapor,” kata Yeremia.

Turut hadir para Romo, Pater dan Suster, para Tokoh masyarakat Katolik, aktivis Gereja, Aktivis perempuan, para pimpinan Yayasan, LSM, organisasi Kemahasiswaan PMKRI dan GMNI, para Ketua BEM Unika, Stimikom, Poltekes Bakti Sumba, para Ketua OMK Paroki Tambolaka, Paroki Katedral Weetabula. (am/kt)

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *