KATOLIKTIMES.COM – Pada hari Kamis 18 Juni 2020, Vatikan telah menerbitkan sebuah dokumen berjudul “Melangkah Untuk Merawat Rumah Bersama” yang bertujuan menawarkan panduan kepada umat Katolik dan seluruh umat Kristiani tentang hubungan kita dengan ciptaan Allah.
Melansir dari www.dokpenkwi.org dokumen tersebut merupakan bentuk kinerja komite yang dibentuk dari hasil kerja sama lembaga-lembaga yang terhubung dengan Takhta Suci, bersama dengan beberapa Konferensi para Uskup, dan organisasi-organisasi Katolik.
Kerja sama Antar-dikasteri Takhta Suci tentang Ekologi Integral tersebut didirikan pada tahun 2015 untuk mengevaluasi cara terbaik dalam memajukan dan menerapkan ekologi integral.
Dokumen tersebut ditulis sebelum mewabahnya pandemi Covid-19, menyoroti pesan utama Laudato Sì: Semuanya terhubung; setiap krisis tertentu merupakan bagian dari satu krisis sosial-ekologis yang kompleks yang meminta pertobatan ekologis yang holistik.
Bagian Pertama: Pendidikan dan Pertobatan Ekologis
Bagian pertama dokumen tersebut dibuka dengan mengingatkan perlunya pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis berarti melibatkan suatu perubahan mentalitas yang mengantar kita untuk merawat hidup dan alam ciptaan, dialog dengan orang lain, dan kesadaran akan hubungan yang mendalam antara berbagai masalah di dalam dunia.
Baca juga: KEUSKUPAN TANJUNG KARANG, TUHAN TIDAK MEMBEDA-BEDAKAN ORANG
Prakarsa-prakarsa seperti “Musim Penciptaan” (“Season of Creation”) pada setiap bulan September dan Oktober dikatakan harus ditingkatkan, bersama dengan tradisi-tradisi monastik yang mengajarkan kontemplasi, doa, pekerjaan, dan pelayanan.
Prakarsa-prakarsa ini berkontribusi mendidik orang dalam menjaga keseimbangan hidup pribadi, sosial, dan ekologis yang saling berkesinambungan.
Melindungi Hidup Dan Memajukan Keluarga
Dokumen tersebut menegaskan kembali sentralitas hidup dan pribadi manusia, karena “alam tidak dapat dibela tanpa membela hidup setiap manusia.”
Dari fakta diatas muncul kebutuhan untuk mengembangkan konsep “dosa melawan hidup manusia”di kalangan generasi-generasi yang lebih muda, yang dapat membantu membedakan “budaya membuang” dengan “budaya peduli”.
Dokumen ini sangat menekankan keluarga sebagai “pelaku utama atau protagonis ekologi integral”. Bila keluarga didasarkan pada prinsip-prinsip dasariah “persekutuan dan kesuburan”, keluarga dapat menjadi “tempat istimewa untuk pendidikan di mana orang belajar menghormati manusia dan Ciptaan.”
Oleh karena itu, negara-negara didesak untuk “memajukan kebijakan cerdas bagi pengembangan keluarga.”
Sentralitas Sekolah dan Universitas
Pada saat yang sama, sekolah-sekolah diajak untuk mendapatkan “tempat sentral yang baru”, dengan kata lain, menjadi tempat dalam mengembangkan kemampuan penegasan, pemikiran kritis, dan tindakan yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini dokumen menawarkan dua saran, yaitu: (1) memfasilitasi hubungan antara rumah, sekolah, dan paroki; (2)mengadakan proyek-proyek pelatihan bagi “kewarganegaraan ekologis”, yang harus memajukan di antara kaum muda “suatu model baru aneka hubungan” yang melampaui individualisme, guna mengembangkan solidaritas, tanggung jawab, dan kepedulian.
Universitas diundang untuk memusatkan kurikulum-kurikulum mereka pada ekologi integral. Melalui Tri Dharma yakni pengajaran, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat, universitas harus mendorong mahasiswa untuk melibatkan diri ke dalam “profesi-profesi yang melancarkan perubahan lingkungan yang positif”.
Dokumen menyarankan secara khusus agar para mahasiswa “mempelajari teologi ciptaan, yang mengungkapkan hubungan antar manusia dengan dunia”, sementara tetap sadar akan kenyataan bahwa merawat alam ciptaan membutuhkan “pendidikan berkelanjutan” dan “kesepakatan pendidikan” yang sesungguhnya di antara semua lembaga yang terlibat dalam pendidikan itu.
Dialog Ekumenis Dan Antaragama
Dokumen ini juga menegaskan kembali bahwa “komitmen untuk merawat rumah kita bersama adalah bagian integral kehidupan orang-orang Kristen”, dan bukan pilihan sekunder.
Baca Juga: KEUSKUPAN BANDUNG MEWUJUDKAN GEREJA BAGAIMADU
Lebih jauh lagi, perawatan bagi rumah kita bersama merupakan “medan yang istimewa” untuk membangun dialog dan kerja sama ekumenis dan antaragama. “Hikmat” yang terdapat dalam berbagai agama, dikatakan, dapat mendorong suatu gaya hidup “kontemplatif dan ugahari” yang membantu “mengatasi kerusakan Planet.”
Ekologi media
Bagian pertama dokumen diakhiri dengan suatu bab tentang komunikasi dan “analoginya yang mendalam” dengan perawatan rumah kita bersama. Keduanya, sebenarnya, berdasarkan pada “persekutuan, hubungan, dan keterkaitan”.
Dalam konteks “ekologi media”, media didesak untuk menyoroti keterkaitan antara “nasib manusia dan lingkungan alam”, seraya memberdayakan masyarakat, dan memerangi “berita palsu” atau hoaks.
Bagian Kedua: Ekologi Integral dan Pengembangan Manusia Integral
Bagian kedua dokumen dibuka dengan tema makanan, seraya merujuk pada kata-kata Paus Fransiskus: “setiap kali makanan dibuang, itu seolah-olah mencuri dari meja orang miskin” (LS 50). Karena itu, membuang makanan dikutuk sebagai tindakan ketidakadilan.
Dokumen menyerukan peningkatan model pertanian dengan “diversifikasi dan berkelanjutan”, membela produsen kecil dan sumber daya alam, dan kebutuhan mendesak akan pendidikan tentang makanan yang sehat, baik dari sudut kuantitas maupun kualitas.
Ada pula seruan kuat untuk memerangi fenomena seperti perampasan tanah dan proyek agro industri besar yang mencemari lingkungan, serta seruan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Gema seruan ini dapat ditemukan juga dalam bab khusus tentang air dan aksesnya yang merupakan “hak asasi manusia yang hakiki”. Di sini ada pula seruan untuk menghindari pemborosan dan melampaui kriteria pemanfaatan yang mengarah pada privatisasi sumber kebaikan alam ini.
Berinvestasi Dalam Energi Terbarukan
Demikian juga ada ajakan untuk mengurangi polusi, menghilangkan karbon dari sektor energi dan ekonomi, dan berinvestasi dalam energi “yang bersih dan terbarukan”, yang harus bisa diakses oleh semua.
Laut dan samudera juga sangat sentral dalam ekologi integral, sebab merupakan “paru-paru biru planet”, dan membutuhkan tata kelola yang berfokus pada kebaikan bersama seluruh umat manusia dan didasarkan pada prinsip subsidiaritas(ditangani mulai dari tingkatan paling bawah).
Dokumen juga menekankan urgensi untuk mengembangkan “ekonomi sirkular” yang tidak tertuju pada eksploitasi berlebihan sumber daya produktif, tetapi pada pemeliharaan jangka panjangnya, sehingga dapat digunakan kembali. Kita harus mengatasi konsep “limbah yang harus dibuang”, karena semuanya memiliki nilai.
Namun, ini hanya akan dimungkinkan melalui interaksi positif antara inovasi teknologis, investasi dalam infrastruktur berkelanjutan, dan pertumbuhan produktivitas sumber daya. Sektor swasta diminta untuk bertindak transparan dalam rantai pasokan.
Dokumen selanjutnya menyerukan perubahan dalam hal subsidi bahan bakar fosil dan pungutan pajak dari yang menyebabkan emisi CO2.
Perkembangan Sosial Ekonomi
Di bidang ketenagakerjaan, dokumen mengungkapkan harapan untuk memajukan pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan, sehingga kemiskinan bisa diberantas dan mereka yang terpinggirkan dapat menemukan jalan-jalan menuju peningkatan sosial dan profesional.
Diserukan juga perlunya pekerjaan yang layak, upah yang adil, upaya-upaya untuk memerangi pekerja anak, dan ekonomi inklusif yang mendukung nilai keluarga dan keibuan, bersamaan dengan pencegahan dan pemberantasan “bentuk-bentuk perbudakan baru”, seperti perdagangan manusia.
Dokumen mengatakan bahwa dunia keuangan perlu memainkan perannya, dengan “mengutamakan kesejahteraan bersama” dan berupaya untuk mengakhiri kemiskinan. “Pandemi Covid-19”, menurut dokumen ini, “menunjukkan bagaimana unsur-unsur sistem dipertanyakan, ketika sistem itu mengurangi kesejahteraan, memungkinkan spekulasi bahkan dalam situasi kemalangan, dan menindas orang-orang yang paling miskin”.
Dokumen mendesak pemerintah-pemerintah untuk menutup tempat-tempat aman untuk menghindari pajak, memberi sanksi kepada lembaga keuangan yang terlibat dalam operasi ilegal, dan menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke kredit dan mereka yang tidak.
Semua didesak untuk memajukan “suatu gaya manajemen harta milik Gereja yang diilhami oleh transparansi, koherensi, dan keberanian”, berdasarkan perspektif keberlanjutan yang integral.
Masyarakat Sipil, Perang Melawan Korupsi, Hak Atas Perawatan Kesehatan
Menyangkut institusi-institusi sipil, dokumen menekankan “keunggulan masyarakat sipil”, yang harus dilayani oleh politik, pemerintah, dan para pejabat. Diserukan suatu globalisasi demokrasi yang riil, sosial, dan partisipatif, dan suatu visi jangka panjang berdasarkan keadilan, moralitas, dan perang melawan korupsi.
Dokumen mengatakan bahwa aspek penting ialah peningkatan akses kepada keadilan untuk semua, termasuk orang-orang miskin, mereka yang terpinggirkan, yang dikucilkan.
Dokumen juga mendorong pemerintah untuk “memikirkan kembali dengan bijaksana” sistem penjara, untuk memajukan rehabilitasi para tahanan, terutama yang muda yang menjalani masa tahanan penghukuman pertama mereka.
Kemudian, dokumen Vatikan ini membicarakan sistem perawatan kesehatan, seraya menyebutnya “suatu soal kewajaran dan keadilan sosial.”
Ditegaskan kembali pentingnya hak atas perawatan medis. “Ketika jaringan-jaringan ekologis mengalami degradasi”, demikian kata dokumen, “jaringan sosial juga rusak. Kedua hal tersebut, akibatnya ditanggung oleh orang-orang termiskin”.
Dokumen ini menawarkan saran-saran konkret, termasuk pengujian tentang bahaya yang terkait dengan “penyebaran cepat epidemi karena virus dan bakteri”, dan peningkatan perawatan paliatif.
Pentingnya Masalah Iklim
Akhirnya, dokumen antar departemen Vatikan ini meneliti masalah perubahan iklim, dengan mengatakan bahwa masalah iklim memiliki “dampak lingkungan, etika, ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam” yang “terutama berdampak pada orang miskin.”
Oleh karena itu, pertama-tama kita memerlukan “model pembangunan baru” yang mengaitkan perjuangan melawan perubahan iklim dengan perjuangan melawan kemiskinan, yang “selaras dengan Ajaran Sosial Gereja”.
Mengingat bahwa “tidak seorang pun yang bertindak sendirian”, dokumen tersebut menyerukan komitmen untuk pembangunan berkelanjutan yang “rendah karbon” untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Saran-saran yang diajukan dalam bidang ini termasuk reboisasi wilayah-wilayah seperti hutan hujan Amazon, dan juga dukungan untuk proses internasional yang bertujuan mendefinisikan kategori “pengungsi iklim” untuk memastikan bahwa mereka mendapat “perlindungan hukum dan kemanusiaan yang mereka butuhkan.”
Upaya yang dilakukan oleh Negara Kota Vatikan
Pasal terakhir dokumen ini dipersembahkan pada komitmen Negara Kota Vatikan. Ada empat bidang kerja di mana maksud Laudato Si diterapkan, yakni: (1) perlindungan lingkungan hidup (mis. pengumpulan sampah terpilah yang telah dibuat di semua kantor Vatikan); (2) perlindungan sumber daya air (mis. sirkuit tertutup untuk air mancur); (3) perawatan untuk kawasan hijau (mis. makin mengurangi produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan tanaman); (4) pengurangan konsumsi sumber daya energi (misalnya pada tahun 2008 dipasang suatu sistem tenaga surya di atap Nervi Hall, dan sistem-sistem penerangan baru yang hemat energi di Kapel Sistine, Lapangan Santo Petrus, dan Basilika Vatikan, yang mengurangi biaya masing-masing 60, 70, dan 80 persen).
Be First to Comment