KATOLIKTIMES.COM – Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Jawa Barat sukses menggelar diskusi daring bertajuk “Telaah Fungsi Dan Peran Advokasi Hukum dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Kader”, Sabtu, 4 Juli 2020.
Kerap kali kita baca terjadi pelarangan dalam kegiatan beragama baik itu kasus-kasus intoleransi atau penolakan mendirikan rumah Ibadah.
Padahal hak asasi yang dasar yakni hak untuk menjalankan keyakinan terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok tertentu dari tindakan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa.
Terkait hal ini, Pemuda Katolik Komda Jabar menggelar diskusi via Zoom dalam rangka meningkatkan kapasitas kader organisasi tersebut.
Pada webinar ini, Pemuda Katolik Komda Jabar menghadirkan narasumber yaitu Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat Rosentina Lopes, S.Pd dan Akademisi sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M. Hum.
Dalam Opening Speech, Wakil Ketua Pemuda Katolik Komda Jabar Bidang Hukum Dominicus Dimas, SH menekankan perlunya para kader membangun kesadaran memahami langkah-langkah awal dan mendasar dalam konteks advokasi hukum terkait berbagai permasalahan yang muncul di lingkungan sosial masyarakat.
Webinar Pemuda Katolik Komda Jawa Barat
Tampil sebagai moderator, Wakil Sekretaris Bidang Hukum Eduardus E. Enggar Bawono, SH menyampaikan bahwa seseorang memiliki hak asasi dasar yakni hak untuk menjalankan keyakinan dan beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing sejalan dengan amanat konstitusi (UUD 1945 pasal 29).
Berkaitan dengan intoleransi, survei yang dilakukan Wahid Institute menunjukkan tren intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dan hasilnya sikap intoleransi di Indonesia meningkat dari sebelumnya sekitar 46% dan saat ini menjadi 54% (Kompas, 18/01/2020).
Mundur sedikit, SETARA Insitute menyebut pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan tertinggi di Jawa Barat. Hasil survei Setara menyebutkan Jabar selama 12 tahun menempati urutan pertama sebagai provinsi intoleran. Posisi tak berubah dalam lima tahun terakhir dan masih menempati urutan pertama sebanyak 162 peristiwa (MI, 24/11/2019).
Menanggapi uraian tersebut, Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat, Rosentina Lopes, S.Pd. berkomitmen pasca ia dilantik 23 September 2016 lalu adalah mewujudkan Good Governance, pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Rosentina menjelaskan sesuai tugasnya Bimas Katolik untuk melayani, membimbing dan membina umat Katolik atau pun gereja dalam hal ini mengapa masih terjadinya sulit perizinan pendirian rumah ibadah diantaranya karena persyaratan yang belum memadai.
“Melakukan sosialisasi tentang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri No. 9 tahun 2006 dan No. 8 tahun 2006 kepada panitia permohonan IMB yang membutuhkan. Diperlukan daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat berkisar 90 orang Katolik disekitar lokasi yang telah disahkan oleh pejabat setempat sesuai tingkat batas wilayah” jelasnya.
Selanjutnya dukungan masyarakat setempat lebih kurang 60 orang non Katolik yang telah disahkan oleh Kades atau Lurah dengan KTP wajib disertakan bahkan daerah tertentu diperlukan surat pernyataan tertulis dari 60 orang yang memberi dukungan tersebut.
Tidak hanya itu, Rosentina menambahkan Bimas Katolik juga menjadi anggota Tim Pembahasan Pemberian Rokomendasi di Kementerian Agama, dan Mempelajari/menelaah proposal permohonan rekomendasi agar menjadi pegangan Bimas Katolik dalam rapat tim di Kemenag.
Bimas juga bertugas menjadi fasilitator bagi panitia dalam proses pengurusan rekomendasi di Kemenag serta melaporkan setiap masalah intoleransi terkait Gereja yang terjadi khususnya di Jawa Barat kepada Bimas Katolik.
“Itulah peran yang dapat kita lakukan bagi gereja dan bangsa sebagai orang Katolik, maka sudah seharusnya tangguh dan tak mudah beralih hati,” ujar wanita kelahiran Uato Carbau Timor Leste itu.
Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum. memaparkan bahwa advokasi hukum menyangkut kegiatan pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh advokat dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di Pengadilan.
“Jika mengacu pada tema diskusi ‘Telaah Fungsi Dan Peran Advokasi Hukum dalam rangka peningkatan Kapasitas Kader’ berarti diperlukan kepekaan serta kesadaran untuk terlibat dalam advokasi disemua bidang tak terkecuali advokasi hukum yang menyangkut kasus mangkraknya perizinan pendirian rumah ibadah atau kasus intoleransi lainnya,” jelas Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan itu.
“Apabila kita biarkan saja berarti kitapun tak ubahnya turut melakukan kejahatan”, imbuh Kang Liona sapaan akrabnya.
Ia berharap para Kader Pemuda Katolik lebih proaktif terlibat di kehidupan sosial kemasyarakatan karena baginya gereja bukan hanya di altar saja.
Kegiatan Webinar ini juga di sponsori oleh PT Kanisius dan di hadiri oleh Ketua Pemuda Katolik Komda Jabar Edi Silaban berserta jajarannya serta oleh puluhan kader Pemuda Katolik dari berbagai daerah di Jawa Barat seperti Bekasi, Depok, Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung dan Kota Bogor. (pc/kt)
Be First to Comment