Press "Enter" to skip to content

STRES Sebagai Teman: Pentingnya Kesehatan Jiwa Dalam Memasuki Era New Normal

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Siapa sih di dunia ini yang tidak pernah mengalami stres ? Dalam melakukan kegiatan sehari-hari manusia selalu “ditemani” oleh Stres.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor eksternal.

Hal ini kerap terjadi tanpa kita sadari. Gabor Maté mengutip dalam bukunya When The Body Says  “Stres respon bersifat non-spesifik, respon stres dapat di picu dari reaksi ancaman baik fisik, biologis, kimiawi, dan psikologis yang menimbulkan persepsi terancam atau gertakan baik secara sadar maupun tidak sadar.

Pemicunya bisa muncul tanpa adanya perilaku serta kesadaran subjektif serta kondisi ini dapat di picu dengan trauma emosional”.

Gangguan tersebut merupakan respon fisiologis yang sering terjadi apabila kita menghadapi suatu tantangan.

Ilustrasi: (Foto: Ist)

Selama masa pandemi berlangsung sejak awal tahun 2020 ini, ada begitu banyak perubahan-perubahan yang terjadi di seluruh pelosok tanah air kita.

 Di mana, edaran serta himbauan dari pemerintah mengiring kita untuk menjalani kebiasaan yang berbeda dengan melakukan segala aktivitas dari rumah.

Baca juga: Pemimpin Agama Ajak Umat Disiplin Patuhi Protokol Kesehatan

Misalnya para pelajar yang diharuskan untuk belajar daring sehingga tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan teman-teman kelas, para pekerja yang terpaksa harus diberhentikan serta potongan upah yang diberlakukan, hingga ekonomi keluarga yang semakin melemah.

Akan tetapi, melakukan segala aktivitas yang terpusat dari rumah, tentunya dapat mempengaruhi berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek Psikologi manusia. Hal itu menjadi pemicu sehingga pemerintah mengambil sebuah langkah demi menyelamatkan kehidupan masyarakat dari berbagai segi kehidupan.

New Normal adalah salah satu kebijakan yang sangat membantu masyarakat demi keberlangsungan hidup.

Jaga jarak dan rajin cuci tangan merupakan himbauan yang harus menjadi kebiasaan baru bagi kita.

Kebijakan new normal tentunya menjadi stressor/penyebab stres yang baru bagi sebagian orang atau masyarakat. 

New normal juga akan memicu peralihan situasi yang dapat meningkatkan stres kita dari biasanya.

Rasa cemas akan terpaparnya virus apabila beraktivitas di luar rumah tentunya menjadi tantangan baru.

Gangguan yang tidak terolah dengan baik dapat menimbulkan beberapa gangguan pada kesehatan, seperti yang kita ketahui bersama bahwa pikiran dan tubuh tidak dapat dipisahkan.

Stres dapat mengakibatkan gangguan pada sistem imunitas sehingga menimbulkan gangguan kesehatan ringan seperti flu, sakit kepala, gangguan tidur, hingga gangguan kesehatan berat yaitu gangguan sistem kardiovaskuler, yaitu jantung.

Namun, gangguan ini juga dikenal telah menjadi pendorong kinerja yang efektif, dimana saat kita melakukan pekerjaan, tugas, atau kegiatan stres membantu kita untuk berkerja lebih efektif karena adanya dorongan dari respon stres itu sendiri.

Stres yang baik menjadi sistem alarm bagi kita untuk melewati tantangan yang menghasilkan hasil yang baik.

Ada begitu banyak sekali faktor eksternal yang menjadi pemicu dalam menjalani kegiatan sehari-hari, dan tidak jarang bagi kita dengan mudah terdistraksi akan hal-hal tersebut.

 Maka dari itu, manajemen stres yang baik penting untuk pengendalian diri dalam lingkungan sekitar.

Keahlian mengenal Emosi

Keahlian emosi sangat penting untuk pengendalian diri sebagai pencegahan akibat faktor eksternal.

Dalam sebuah literatur penelitian menyatakan ada tiga faktor universal terjadinya stres: ketidakpastian, kurangnya jumlah informasi, dan kehilangan kontrol akan emosi.

Ilustrasi: (Foto: Ist)

Penting bagi kita untuk mengenal emosi yang kita rasakan. Hans Selye seorang Endokrinolog yang juga dikenal sebagai penemu Teori Stres mengatakan dalam buku bahwa penyebab gangguan ini yang paling utama ialah emosi.

Nyatanya, mendefinisikan emosi yang kita rasakan saat itu juga sungguh sulit. Kita sungguh kewalahan jika telah dihadapkan dengan tantangan yang kita katakan rumit.

Akan tetapi, khasiat dalam mengenal emosi merupakan poin plus yang membantu kita untuk sadar bahwa kita sedang mengalami stres. Kesadaran akan gangguan inilah yang membantu kita untuk mengetahui hal yang kita butuh selama mengalami stres.

Kelly McGonigal seorang Psikolog asal Amerika Serikat, mengulas dalam presentasinya tentang How to Make Stress Your Friend, bahwa ketika kita mengubah cara pikir kita tentang stres, kita juga mengubah reaksi stres dalam tubuh kita. Ketika mengenal emosi kita juga mengetahui tanda-tandanya.

Perkuat Ikatan dengan orang-orang terdekat Anda

Seperti yang dinyatakan oleh Hans Selye di atas, bahwa penyebabnya yang paling utama adalah emosi. Hubungan stres dengan emosi kembali mengingatkan kita akan tidak terpisahnya tubuh dan pikiran kita.

Stres yang sering kita alami ini, bisa menjadi tanda bahwa kita membutuhkan emotional support.

Komunikasi merupakan cara yang paling efektif untuk menemukan dukungan emosional.

Dukungan emosional ini bisa kita dapatkan dari orang-orang terdekat kita, yakni keluarga di mana anak-anak atau pun orang tua bisa saling sharing serta melakukan kegiatan yang mempererat hubungan antara anak dan orang tua.

Namun, kita juga kadang memiliki kendala untuk bertemu secara langsung dengan orang-orang terdekat kita. Berkat teknologi yang semakin maju di zaman modern ini, komunikasi semakin efektif dilakukan dengan tersedianya fasilitas seperti smartphone.

Smartphone menyediakan kita dengan berbagai fitur seperti videocall, voicenote, atau melakukan panggilan biasa di mana akan terbentuk ikatan psikologis yang diperlukan untuk memenuhi dukungan emosional kita.

Ikatan psikologis baik yang terbentuk tentunya membawa pengaruh baik pula bagi tubuh kita.

 Kelly McGonigal mengatakan bahwa di mana tubuh kita akan menghasilkan hormon oksitosin atau dikenal dengan hormon cinta.

Hormon oksitosin dilepas sebagai reaksi stres, hormon ini memotivasi kita untuk mencari dukungan. Hormon oksitosin melepas reaksi biologis yang mendorong kita mengungkapkan perasaan daripada memendamnya.

Baca juga: PEMUDA KATOLIK JABAR GELAR WEBINAR BAHAS BURUH DAN OMNIBUS LAW

Ketika kita merasa menjalani hidup yang sulit, respon kita menginginkan kita dikelilingi oleh orang terdekat agar kita dikelilingi oleh orang yang peduli.

Hal yang menarik dalam presentasi Kelly McGonigal ini ialah selain memotivasi kita mencari dukungan emosional, hormon oksitosin yang dilepas sebagai respon stres memiliki pengaruh sama seperti hormon adrenalin yang membuat jantung berdegup kencang.

Ilustrasi: (Foto: Ist)

Pengaruh oksitosin yang besar membantu melindungi sistem kardiovaskuler kita dari reaksi gangguan itu yang buruk. Hormon ini membantu peredaran darah kita tetap rileks serta memperkuat jantung kita.

Keuntungan yang diberikan oleh Oksitosin ini mampu mengubang respon-respon gangguan itu menjadi lebih sehat.

Menjaga kesehatan jiwa dalam pandemi sangat penting dilakukan untuk menghindari kondisi yang lebih buruk akibat stres.

Dengan menerima hal tersebut sebagai teman adalah hal yang tidak mudah, sama seperti mengubah persepsi kita terhadap stres itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Karena manusia terbiasa dengan kondisi buruk akibat stres. Namun, dengan mengenal serta mengetahui tanda-tandanya merupakan sebuah langkah awal untuk menjadikan stres sebagai teman.

Cukupnya informasi yang baik mampu mengiring kita untuk mengubah persepsi buruk stres sedikit demi sedikit.

Manajemen stres yang baik adalah cara utama dalam kita “berdamai” dengan stres. Lumban Gaol (2016), “Apabila jumlah stres dan kemampuan sebanding, maka stres akan memberikan dampak positif bagi manusia, serta kinerja yang semakin efektif”.

Mengolah stres yang baik mempersiapkan diri kita akan tantangan selanjutnya. Menjalani hidup dengan kebijakan new normal akan terus membawa kita kepada tantangan yang baru pula sebagai manusia yang berproses. Salam sehat.

Such is life-it’s like our boxing ring, punches and kicks are what we have signed up for, this is our dicipline. Jonas Salzgeber, 2019.

Oleh: Valdiana Emilia Ogotan adalah Mahasiswa Akademik Keperawatan Gunung Maria Tomohon, Sulawesi Utara dan Young Literacy Community.

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *