Press "Enter" to skip to content

SURUPA DALAM FENOMENA EKSISTENSI MEDSOS

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Surupa artinya kecantikan atau ketampanan, kecantikan atau ketampanan dibawa semenjak lahir dan merupakan anugrah Hyang Widhi Wasa.

Bagi yang mendapat anugrah wajah cantik atau tampan harus bersyukur atas anugerah tersebut.

Namun, tidak semestinya takabur, apalagi dimanfaat untuk kepentingan adharma (keburukan).

Dijaman serba modern ini, penggunaan teknologi sudah sangat biasa di kalangan masyarakat.

Tetapi disisi lain, banyak rakyat masih berada dalam hidup yang dikatakan tidak layak. Seperti di kota besar banyak sekali pengemis, pencuri, dan lainnya.

Mereka melakukan hal tersebut semata-mata hanya untuk mengisi perut atau terpaksa untuk menghidupi keluarga, dan ada pula melakukan hal tersebut karena malas dan tidak mau bekerja.

Kita sebagai umat manusia sebaiknya melakukan pengendalian diri. Dalam agama Hindu, dikenal dengan nama Tri Kaya Parisudha (berpikir,berkata,dan berbuat yang baik).

Dengan melaksanakan Tri Kaya Parisudha maka kita akan terbebas dari tujuh kegelapan dalam diri yang  disebut Sapta Timira.

Kata Sapta Timira berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “sapta” yang berarti tujuh, dan kata “timira” yang berarti gelap, suram, awidya.

Jadi Sapta Timira adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang menjadi gelap atau mabuk.

Berdasarkan Kakawin Niti Sastra, disebutkan tujuh macam unsur yang dapat menyebabkan orang menjadi mabuk (Awidya).

Ketujuh unsur tersebut disebut Sapta Timira. Antara lain surupa (kecantikan), dhana (kekayaan), guna (kepandaian), kulina (keturunan), yohana (masa remaja), sura (minuman kera), kasuran (berani).

Ilustrasi (google)

Fenomena Eksistensi Media Sosial

Dijaman teknologi seperti ini, social media (media sosial) nyatanya menjadi salah satu aspek yang menjamur di dunia maya seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan berbagai platform lain.

Ini membuktikan bahwa media sosial perlahan menjadi candu terbesar bagi manusia modern.

Setiap harinya manusia tidak lepas dengan media sosial, entah apa.

Seakan, kehidupan mereka berfokus dan konsentrasi pada kehidupan yang baik di media sosial.

Hal ini membuat banyak orang merasa bahwa kebaikan hidup di dunia nyata harus berbanding dengan kebaikan yang dibagikan di media sosial.

Tak jarang, pesona kehidupan di media sosial menjadikan manusia lupa dengan jati dirinya yang berimbas pada kehidupan nyata.

Dititik inilah, media sosial seakan menjadi penyangga dari kehidupan seseorang. Banyak Fenomena saat ini yang terjadi disekitar kita, yang mempunyai wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik.

Surupa seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati.

Semestinya surupa dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur.

Orang yang ganteng dan cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang baik.

Kecantikan dan ketampanan itu tidak kekal, dia hanya bersifat sementara.

Bila kita sudah tua hilanglah semua itu yang tinggal hanya badan yang memiliki renta, wajah keriput, tidak memiliki kecantikan atau ketampanan, tinggal menunggu kapan waktunya berpulang (meninggal) dan akan terlupakan.

Oleh Luh Wantari, Mahasiswi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Prodi Teologi Hindu-Komunitas Penulis Art & Culture.

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *