Press "Enter" to skip to content

FEBRIANA IMELDA: NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SUKU BATAK

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, salah satunya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial-budaya, setiap orang akan mengenal orang lain, oleh karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain.

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dikatakan demikian, karena pada manusia terdapat sesuatu yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Yang membedakannya yaitu manusia memiliki akal budi, hati nurani dan kehendak bebas.

Berbicara tentang sosial budaya adalah hal yang merupakan sebuah hal terpenting yang ada pada struktur masyarakat.

Sosial budaya berkontribusi dalam bagaimana manusia hidup, bagaimana mereka berperilaku, serta di samping itu juga berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri.

Baca juga: ENGGAR BAWONO: SEMANGAT OMK SEMPLAK DALAM KEBERSAMAAN, KEBERAGAMAN DAN TOLERANSI

Salah satunya yang akan kami bahas disini tentang mengapa banyak masyarakat suku Batak yang merantau?

Merantau sering dikenal dengan migrasi, Menurut kamus besar bahasa Indonesia merantau memiliki arti berlayar atau mencari penghidupan di tanah rantau atau pergi ke negeri lain dan juga merantau adalah perginya seseorang dari ia tumbuh besar ke daerah lain untuk mencari pekerjaan atau pengalaman.

Gambar ilustrasi. Sumber: google.com
Gambar ilustrasi. Sumber: google.com

Pada masa sekarang ini pengertian merantau sudah menjadi luas, keluar dari kampung sendiri atau ke kota lain sudah dikatakan pergi merantau ,apalagi keluar dari suatu provinsi. Merantau adalah bentuk migrasi yang ditemukan dibeberapa daerah diindonesia.

Budaya merantau yang sudah dilakukan oleh masyarakat suku batak sejak dari dulu. Ini seperti sudah menjadi kebiasaan dan keseringan setiap orang.

Bukan tanpa alasan melainkan untuk mengubah kehidupan yang layak ini dan memenuhi kebutuhan hidup untuk diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Dengan datang ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dll.

Baca juga: PMKRI Cabang Langgur Bersama Remas Kawal Ibadah Puasa di Kota Langgur

Tindakan yang dilakukan individu tersebut untuk memutuskan merantau jika mengacu pada tindakan Rasionalitas yang berorientasi pada nilai yang mana rasionalitas ini merupakan suatu rasionalitas masyarakat yang melihat nilai sebagai potensi atau tujuan hidup, meskipun tujuan itu tidak nyata dalam kehidupan keseharian.

Tindakan individu tersebut di dalam memutuskan untuk merantau yaitu karena adanya nilai ingin diterima lebih dalam masyarakat daerah asal.

Nilai sebagai potensi yang ada pada kegiatan merantau untuk berhasil di daerah rantauan. Akan memberikan nilai individu tersebut pada masyarakat daerah asal.

Masyarakat suku batak yang merantau di dorong oleh beberapa faktor yang membuat mereka menjadi perantau ke daerah perkotaan seperti faktor ekonomi yang mana masyarakat suku Batak menganggap bahwa ekonomi yang tidak cukup dengan pertanian sehingga memutuskan untuk mencari perekonomian yang lebih baik.

Selain itu juga tingginya pendidikan yang telah di tempuh tetapi masih menjadi petani merupakan salah satu faktor pendorong sehingga masyarakat suku Batak memutuskan untuk merantau.

Dan faktor pekerjaan karena di pindah tugaskan menjadi salah satu faktor kenapa masyarakat suku Batak merantau ke kota.

Selain menjadi seorang perantau masyarakat suku Batak, memenuhi kebutuhan hidup dengan membuka usaha seperti berbuka bengkel/tambal ban, berdagang, koperasi, dll.

Masyarakat suku Batak memiliki tekat yang kuat dalam menjalankan sesuatu khususnya dalam menbangun sebuah usaha untuk mencapai keberhasilan.

Prinsip sukses yang di pegang oleh masyarakat suku Batak yaitu “Pantun Hangoluan, Tois Hamagoan”.

Dari kalimat tersebut memiliki arti sikap santun membawa kehidupan, kesombongan membawa malapetaka. Prinsip ini dibawa oleh orang Batak saat di perantauan.

Baca juga: PP Pemuda Katolik Minta Dalang Aksi Bom Segera Diungkap

Dalam mencapai kesuksesan di perantauan harus bisa menyesuaikan tradisi di kota perantauan, agar bisa di hormati oleh masyarakat.

Maka tidak heran jika banyak masyarakat suku Batak yang mudah bergaul, berpendirian teguh, serta tidak melupakan tradisi Batak yang di turunkan oleh leluhur secara turun-menurun yaitu “dalihan na tolu atau martorombo”.

Dalihan na tolu menjadi acuan ketika orang Batak martarombo. Marga seseorang yang baru dikenal akan disesuaikan berdasarkan tiga golongan suku Batak dalam dalihan na tolu.

Penyesuaian inilah yang nantinya melahirkan istilah pemanggilan beserta cara bersikap terhadap orang yang baru dikenal tersebut.

Penyesuaian hubungan berbeda marga dalam tradisi martarombo bersifat dua arah, yakni disesuaikan dengan marga dari dua pihak yang melakukan tradisi martarombo.

Itulah sebabnya mengapa di berbagai pulau dan kota-kota di Indonesia tersebar banyak sekali orang Batak.

oleh Febriana Imelda, Kader Pemuda Katolik Komcab Kabupaten Bandung Barat, Komda Jawa Barat, Tugas Akhir KKD Pemuda Katolik Jawa Barat 2021.

Daftar Pustaka:

  1. http://repository.umrah.ac.id/1746/1/JURNAL%20WINDA.pdf
  2. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/sabda/article/view/21586/14482
  3. 353-Article%20Text-1311-1-10-20210226.pdf
  4. 9970-21846-2-PB.pdf

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *