Press "Enter" to skip to content

PELAKU KEKERASAN SEKSUAL ANAK DI DEPOK DIVONIS 15 TAHUN PENJARA

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Kekerasan seksual yang dialami oleh 2 anak berhasil diputuskan Tim Majelis Hakim dengan perkara nomor: 473/Pid.Sus/2020/PN.Dpk yang akhirnya mendakwa Syahril Parlindungan Marbun alias SPM.

Adalah Nanang Herjunanto, SH, M.Hum sebagai Hakim Ketua Majelis dan Hakim Anggota mencakup Forci Nilpa Darma, SH, MH serta Nugraha Medica Prakasa, SH, MH. 

Majelis Hakim menyatakan  terdakwa  terbukti melanggar pasal 82 UU No:36 tahun 2014 karena melakukan tindak pidana kekerasan seksual pada anak. Ia terancam hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 200 juta, restitusi masing-masing Rp 6 juta dan  Rp 11 juta bagi setiap korban.

Kasus tersebut berawal dari laporan seorang anak yang menjadi korban SPM diantar oleh kedua orang tua beserta tim pendamping advokat Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia yang melapor kepada Polres Depok. (24 Mei 2020).

Baca Juga: SAMBANGI KATEDRAL JAKARTA, PP PMKRI BERTEMU KARDINAL IGNATIUS SUHARYO

Korban berjuang meraih keadilan atas masalah yang menimpanya sebagai misdinar di paroki St Herkulanus Depok dari pendamping mereka sendiri.

Sebagai korban, mereka memutuskan untuk membongkar dan membawa kasusnya diselesaikan secara hukum.

Tidak menutupi fakta kekerasan seksual yang dialami adalah sikap berani berjuang bagi sesama dan memutus rantai kejahatan kekerasan seksual.

Tak hanya itu, beberapa waktu kemudian ada dua orang korban yang ikut melapor kepada polisi. Namun mereka hanya dapat menjadi saksi karena kejadiannya sudah 14 tahun lalu.

Pilihan berjuang secara terbuka melalui langkah hukum bukanlah jalan mudah. Banyak tekanan diarahkan kepada para korban.

Apalagi kasus ini dilakukan oleh aktivis paroki. Korban terpaksa harus menanggung beban menjaga wajah suci lingkungan.

Beban juga menjadikan para korban sebagai seorang yang hina dan biasanya mendapat stigma sebagai penyebab rusaknya citra gereja. Bahkan para korban yang melaporkan pelaku kejahatan dikatakan sebagai seorang yang jahat oleh sekitarnya.

Menurut pengaduan kepada tim advokasi korban, ada 23 anak yang menjadi sudah menjadi korban SPM. Yang mana pelaku beraksi sejak 10 tahun silam.

Putusan yang dijatuhkan pada SPM bisa jadi sebagai keputusan pertama setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) no:70 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hukuman Kebiri kepada pelaku kekerasan seksual anak.

PP yang ditanda tangani oleh Presiden Jokowi itu bisa menambah berat hukuman bagi para predator anak.

Baca Juga: MUSKOMDA PEMUDA KATOLIK KOMDA ACEH, SOLIDARITAS ACEH UNTUK PAPUA

Selanjutnya, Tim advokasi FAKTA Indonesia itu  mencatat sepanjang tahun 2020 terjadi 1088 kasus kekerasan seksual dengan 1656 orang anak yang menjadi korban.

“Terus meningkatnya angka korban kekerasan seksual pada anak ini adalah rendahnya hukuman bagi pelaku atau lemahnya penegakan hukum yang ada di Indonesia”, tutur salah 1 tim advokasi.

Ditambahkannya, “berangkat dari keprihatinan itu maka hukuman berat sudah seharusnya dijatuhkan bagi para predator anak“.

Seperti hukuman kebiri serta hukuman seumur hidup dengan denda minimal Rp 500 juta juga pembayaran restitusi bagi para korban tentu sudah seharusnya diberikan kepada pelaku kejahatan kekerasan seksual pada anak.

Pemberian tambahan hukuman kebiri sekarang ini menunjukan pemerintah berupaya memberikan hukuman berat kepada pelaku.

Untuk itu kami meminta kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo merevisi aturan dalam UU Perlindungan Anak khususnya tentang hukuman bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual pada anak.

Selain itu juga pemerintah harus mendorong aparat penegak hukum bekerja pro korban dan memiliki perspektif korban.

Sekali lagi perubahan hukuman berat ini perlu dilakukan untuk melindungi anak Indonesia dari kejahatan predator anak.

“Terima kasih pada Tuhan yang mendampingi kami selalu dalam perjuangan ini, rekan-rekan media yang setia mengawal penaganan kasus ini hingga tuntas di persidangan. Juga semua pihak yang membantu”, pungkas Azas Tigor Nainggolan Kuasa Hukum Korban. (pc/kt)

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *