Press "Enter" to skip to content

USKUP SIPRIANUS SURATI PRESIDEN JOKOWI AGAR HENTIKAN PROYEK GEOTHERMAL

Share this:

KATOLIKTIMES.COM Uskup Siprianus Hormat, Pr  sebagai Pimpinan Gereja Katolik Keuskupan Ruteng turun tangan menanggapi proyek geothermal Wae Sano yang dinilai sangat berpotensi destruktif bagi hak hidup dan keselamatan warga di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar),  Provinsi  NTT.

Pasalnya Pastor Johny Dohut OFM Ketua JPIC OFM Flores yang fokus pada advokasi masalah lingkungan hidup Justice, Peace and Integrity of Creation-Ordo Fratrum Minorum (JPIC-OFM) dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor DPRD Mabar, Selasa, 29 Oktober 2019 tahun lalu telah berupaya mendesak pemerintah untuk menghentikan rencana eksplorasi geothermal di Desa Wae Sano tetapi hingga kini tidak menuai respons positif dari berbagai pihak pengambil kebijakan.

Proyek geothermal tersebut menurut Mgr. Siprianus berpotensi merusak ruang hidup masyarakat setempat seperti tanah, mata air, dan udara, dan dapat menghancurkan mata pencaharian dari sumber kehidupannya seperti lahan pertanian dan isinya, kebun dan tanamannya, serta hewan peliharaannya.

Sumber: flores documentary network

Hingga akhirnya Mgr. Siprianus Hormat, Pr sebagai pihak dari Gereja Katolik Keuskupan Ruteng melayangkan Surat Rekomendasi (No: 078/II.I/VI/2020) kepada Presiden Joko Widodo dengan tembusan Menteri Keuangan RI, Menteri ESDM RI, Gubernur NTT, Bupati Manggarai Barat dan Bank Dunia. Surat tersebut dikirim oleh Komisi Komsos kepada pos-kupang.com, Senin (15/6/2020).

Dalam surat rekomendasinya tertanggal 9 Juni 2020, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng Keuskupan Ruteng menolak dan merekomendasikan agar PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero yang ditugaskan Kementerian Keuangan tidak melanjutkan proyek geothermal di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang .

“Kiranya pemerintah terfokus pada pembangunan pertanian dan perkebunan yang selama ini menjadi mata pencaharian utama masyarakat setempat serta pembangunan ekowisata dan ekokultural yang memiliki potensi yang besar di wilayah ini terutama didukung oleh kehadiran Danau Sano Nggoang  yang  indah,” ujar Uskup dalam surat itu.

Ditambahkannya, “Kami merekomendasikan upaya-upaya pembangunan di Wae Sano dan sekitarnya yang mesti melindungi hak-hak Masyarakat Adat (kekayaan kultural dan spiritual), keutuhan ruang hidup (kesatuan ekologis), dan melindungi hak-hak Gereja sebagai komunitas keagamaan yang hidup bersama masyarakat di Wae Sano”.

Surat Rekomendasi Uskup Siprianus kepada Presiden Joko Widodo menjelaskan beberapa alasan Gereja Katolik Keuskupan Ruteng meminta untuk proyek itu dihentikan:

Pertama, mayoritas masyarakat Desa Wae Sano yang bertempat tinggal di wilayah eksplorasi menolak proyek tersebut karena sumur pengeboran (wellpad) dan fasilitas pendukungnya (seluas 17,76 hektar) berada persis di dalam ruang hidup warga setempat.

Dalam surat itu dijelaskan bahwa titik pengeboran di Kampung Nunang hanya berjarak 20 meter hingga 30 meter dari pusat kampung (Rumah Adat) dan 100 meter dari Rumah Ibadat (Gereja Katolik Nunang). Demikian juga di Kampung Lempe dan Dasak, sumur pengeboran dan pembuangan limbah berada dalam lingkungan pemukiman dan ruang hidup warga setempat.

Kedua, rencana titik eksplorasi hanya berjarak 200 meter dari danau Sano Nggoang yang  memiliki luas 513 ha dengan letak ketinggian 757 meter.

Menurut Uskup Siprianus, eksplorasi dan eksploitas gas bumi beserta pembuangan limbahnya sangat berpotensi destruktif bagi danau yang menjadi penyangga keragaman hayati dan ekologi di wilayah ini dan sudah menjadi salah satu destinasi wisata alam yang sangat menjanjikan dalam desain satu-kesatuan destinasi pariwisata super  premiun Labuan Bajo, Flores.

Ketiga, sebagian besar masyarakat pemilik lahan lokasi sumur pengeboran menolak untuk menyerahkan lahan mereka karena tidak setuju dengan rencana evakuasi dan relokasi penduduk setempat.

Keempat, sampai saat ini, sudah berkembang konflik social antara masyarakat yang tinggal di lokasi eksplorasi demi mempertahankan tanah dan keutuhan ruang hidup mereka dengan warga sekitar  yang  menyetujui pelaksanaan proyek ini.

“Bahkan kami juga mendapat pengaduan warga yang merasa di intimidasi oleh kehadiran aparat TNI, Kepolisian, dan Satpol PP dalam berbagai tahapan kegiatan pihak perusahaan selama ini,” beber Uskup Siprianus.

Selain itu Uskup Siprianus menilai proyek tersebut juga jauh dari cita-cita luhur Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berwawasan holistik (ekonomis, kultural, dan ekologis).

Disampaikan Uskup Siprianus dalam surat, “Jauh dari lubuk hati yang paling dalam kami merekomendasikan kepada Bapak Presiden untuk tidak melanjutkan proyek geothermal di Wae Sano ini”. (pc/kt)

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *