Press "Enter" to skip to content

Gerardus Ngoranmele: Manusia di Tengah Pandemi Covid-19

Share this:

KATOLIKTIMES.COM – Pandemi covid-19 yang mewabah keberbagai belahan dunia bahkan di Indonesia belum berhenti dan masih terus berlanjut hingga kini.

Dilansir dari berita kompas, serbagai upaya telah dibuat oleh banyak pihak guna mencegah penyebaran covid-19 ini, salah satunya adalah himbauan pemerintah untuk setiap orang menaati rambu-rambu protokol kesehatan seperti menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari kerumunan.[1]

Manusia sebagai makhluk hidup dengan berbagai kodrat yang ada pada dirinya yaitu “bios, psike dan rasio”,[2]tentu dipergunakan semaksimal mungkin dalam menghadapi pandemi covid-19.

Dalam situasi pandemi ini, manusia sebagai makhluk hidup tidak hanya berdiam diri tetapi harus mampu berdiri tegak, menyadari siapa dirinya untuk bergerak dan bertindak secara bebas.

Masa pandemi ini memunculkan hadirnya teknologi-teknologi yang serba canggih, misalnya alat untuk mendeteksi virus corona. Tetapi dengan kemajuan ini lantas tidak boleh mengesampingkan peranan manusia.

Secanggih apapun teknologi yang dipakai namun perlu campur tangan manusia yakni tenaga medis untuk berperan dalam proses penanganannya sehingga sebagai makhluk hidup, manusia harus menggunakan dengan sebaik mungkin tenaga, akal budi, dan perasaan yang dimiliki dalam menghadapi pandemi covid-19.

Berhadapan dengan realitas pandemi covid-19 ini, manusia mempergunakan kesadarannya untuk berelasi dan mengenal obyek di luar dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Namun kadang manusia salah mempergunakan akal budinya, Hal itu karena, sebagai makluk sadar,[3] terkadang manusia tanpa sadar maupun tidak sadar bisa berbuat kesalahan yang tidak perlu untuk dibuat.

Baca Juga: Curhatan Di Masa Pandemi COVID-19

Sudah dihimbau bahwa semua orang harus mematuhi protokol kesehatan, tetapi faktanya masih banyak yang tidak menghiraukannya. Ada yang sudah tidak lagi menggunakan masker, terdapat kerumunan di mana-mana, malas mencuci tangan, dan sebagainya.

Dengan itulah manusia harus menggunakan rasionya dengan baik sebagai makhluk yang sadar guna menerangi hidup psikis dan badannya seehingga sadar akan keberadaan dirinya dan di lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian, manusia yang adalah makhkluk bebas,[1] tidak serta merta hidup hanya untuk dirinya sendiri melainkan membangun kehidupan bersama orang lain.

Menyebarnya covid-19 membuat banyak batasan yang terjadi mulai dari hindari kerumunan, tidak boleh saling kontak fisik atau himbauan untuk tetap tinggal di rumah.

Dalam situasi semacam ini membuat relasi dengan orang lain menjadi serba terbatas. Meskpiun dibatasi untuk saling kontak fisik, tetapi sebaliknya hal ini tidak menyebabkan manusia untuk hidup individualis atau hidup bagi dirinya sendiri.

Manusia sebagai person,[2] seharusnya membangun dialog atau komunikasi yang baik dengan sesamanya. Perjumpaan yang sesungguhnya tidak hanya sebatas pada sentuhan fisik, tetapi juga melalui sentuhan kata-kata.

Melalui sentuhan kata-kata untuk saling menyapa menjadi jembatan bagi manusia untuk membangun perjumpaan dengan sesamanya. Maka sebagai person, manusia tidak hanya bertindak sebagai “saya” tetapi bertindak pula menjadi “kita” melalui setiap perjumpaan yang dibangun.

Manusia sebagai person yang sadar akan dirinya selalu berusaha untuk membangun kesadaran diri. Dalam situasi pandemi in, tentunya banyak orang yang mengalami disposisi karena tuntutan hidup, misalnya para pekerja harian yang hanya dapat hidup dari penghasilan hariannya.

Tetapi akibat dari pandemi ini maka diberhentikan sementara dari pekerjaannya atau waktu kerja yang dipesingkat sehingga penghasilan (gaji) pun terpotong sesuai durasi kerja.

Dalam keadaan dilematis seperti ini manusia menjadi serba bingung; jika tidak bekerja bagaimana harus memenuhi kebutuhan rumah tangganya, bahkan tidak sedikit orang yang mengalami kesusahan.

Dengan adanya realitas kehidupan di atas, akibatnya manusia pun perlu untuk membangun kesadaran dalam dirinya akan nilai-nilai absolut sebagai makhluk yang religius, maka memiliki kesadaran untuk melihat orang lain yang menjadi bagian dari sesama manusia sebagai makhlu khidup.

Nilai-nilai yang hendak dibangun perlu diwujudkan melalui aksi dalam membangun kepedulian. Manusia senantiasa peduli dengan sesamanya yang berkesusahan atau berkekurangan akibat dari pandemi ini. Tetapi bukan saja aksi kepedulian terhadap mereka yang serba kekurangan.

Baca Juga: TRANSFORMASI ORGANISASI PEMUDA KATOLIK

Idealnya manusia ketika berhadapan dengan situasi pandemi covid-19 ini, sebagai makhluk hidup, makhluk yang sadar, peson, dan sebagai makhluk yang bebas maka perlu adanya kepedulian dan kepekaan yang dibangun untuk bersama-sama mengatasi pencegahan penyebaran covid-19 yang masih berlanjut.

Manusia harus menggunakan dengan sebaik mungkin tubuhnya lewat pancaindra, menggunakan perasaan dan juga akal budinya yaitu rasio untuk melihat realitas atas peristiwa yang sedang dihadapi, misalnya sadar untuk selalu memakai masker, selalu menjaga jarak, hindari kerumunan, dan mencuci tangan.

Manusia yang adalah person senantiasa menjadi makhluk yang tidak individualistis tetapi dapat menjalin relasi dengan orang lain dan melihat orang lain di sekitarnya sebagai bagian dari dirinya.

Dengan demikian, akhirnya manusia sesungguhnya dapat berperan sebagai makhluk hidup dengan segala kodrat yang ada pada dirinya untuk berhadapan dengan situasi pandemi covid-19.

Oleh: Gerardus Ngoranmele (Rano), Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. 

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *